Rebana : Jenis-jenis Rebana Lengkap | Pengrajin Rebana Jepara
Rebana adalah gendang berbentuk bundar dan pipih yang merupakan khas suku melayu. Bingkai berbentuk lingkaran terbuat dari kayu yang dibubut, dengan salah satu sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Kesenian di Malaysia, Brunei, Indonesia dan Singapura sering memakai rebana bersama gambus digunakan untuk mengiringi tarian zapin. Rebana juga digunakan untuk melantunkan kasidah dan hadroh. Di bumiayu, rebana juga dijadikan sebagai lambang kota tersebut.
Berikut ini macam-macam Rebana:
Rebana Ketipung
Rebana Ketipung adalah salah alat musik tradisional Indonesia yang berbentuk menyerupai Gendang tetapi memiliki ukuran lebih kecil.[1] Ketipung dibuat dari kayu yang dibubut, kemudian kemudian diberi lubang di tengahnya berukuran 20cm hingga 40 cm. Bunyi yang dihasilkan biasanya menghasilkan musik Keroncong, Dangdut, dan Melayu.
Rebana biang
Rebana biang merupakan salah satu kesenian Indonesia. Kesenian ini tumbuh di masyarakat Betawi, Jakarta dan sekitarnya. Namun, keberadaan rebana biang mulai hampir punah.
Bentuk rebana biang sekilas seperti rebana pada umumnya, tetapi yang membedakannya adalah ukurannya. Rebana biang merupakan salah satu rebana yang berukuran besar. Rebana ini terdiri atas tiga buah rebana. Masing-masing rebana mempunyai nama yang berbeda-beda.
Rebana yang kecil bergaris tengah 30 sentimeter (cm) diberi nama gendung. Sedangkan rebana yang berukuran sedang dan bergaris tengah 60 cm dinamai kotek. Rebana yang garis tengahnya mencapai 90 cm dikenal memiliki sejumlah nama, yakni rebana cede, rebana salun, rebana cembyung, dan terbang selamat.[3] Rebana jenis ini tidak memakai kerincingan. Cara pemasangan wangkis atau kulitnya pun berbeda. Rebana biang juga memiliki pasak sebagai dogdog reog sunda atau tifa maluku.
Cara memainkan ketiga rebana itu berbeda-beda, yang disesuaikan dengan ukurannya. Misalnya, rebana yang berukuran kecil dimainkan sambil duduk. Rebana yang berukuran besar biasanya sukar dimainkan. Pemain harus menopang atau menahan rebana dengan kaki dan lutut. Pengaturan suara menggunakan cara tengkepan dengan telapak kaki.
Ketiga rebana ini dalam membawakan lagu mempunyai fungsi masing-masing. Rebana paling besar berfungsi sebagai gong. Kotek lebih berfungsi sebagai improvisasi. Pemain kotek biasanya paling mahir. Rebana paling kecil dipukul secara rutin untuk mengisi irama pukulan sela dari rebana paling besar.
Pertunjukan rebana biang masa kini banyak menambahkan alat musik, seperti terompet, tehyan, rebab, dan biola. Penambahan ini untuk menggantikan lagu-lagu bernapaskan zikir Islam.
Rebana Burdah
Rebana Burdah merupakan salah satu jenis alat musik tradisional khas Betawi, Jakarta. Penamaan Rebana Burdah mungkin karena nama grupnya, yaitu “Burdah Fiqah Ba’mar yang dipimpin oleh Sayid Abdullah Ba’mar. Mungkin juga dinamakan demikian karena biasa membawaka qaidah (salah satu bentuk puisi Arab) Allwida yang terdapat dikitab Majemuk atau Mawalid.
Rebana jenis ini hanya bisa ditemukan di Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan dan dikembangkan oleh Abdullah Ba’mar para pemainnya semula berasal dari keluarga Ba’mar, Amzar dan Kathun yang kesemuanya merupakan imigran Arab asal Mesir. Kehadiran Burdah Fiqah Ba’mar awalnya untuk mengisi waktu luang menjelang atau sesudah pengajian.
Adanya musik Rebana Burdah membuat suasana pengajian terasa lebih meriah dan tidak membosankan. Karena dimainkan pada forum pengajian, lagu-lagu yang dinyanyikan diambil dari syair Al-Busyiri yang berisi puji-pujian kepada Nabi Muhammad. Pada umumnya lagu-lagu Burdah berirama 4/4 dimainkan sambil duduk bersila, sedangkan lagu-lagu yang berirama lebih cepat biasa disebut “Fansub” dimainkan sambil berdiri.
Kategori | : | Kesenian Budaya |
Asal Lokasi | : | Betawi, Jakarta |
REBANA DOR
REBANA DOR: Perbedaan antara Rebana Ketimpring dengan Rebana Dor ialah bahwa pada Rebana Dor terdapat lubang-Iubang kecil untuk tempat jari pada “kelongkongannya”. Mungkin untuk mempermudah atau agar lebih enak memegangnya.
- Referensi : Dinas Kebudayaan Dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, Ikhtisar Kesenian Betawi, 2003
- Sumber : Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Rebana Hadrah
Rebana Hadrah adalah sebuah musik yang bernafaskan Islami yaitu dengan melantukan Sholawat Nabi diiringi dengan alat tabuhan dengan alat tertentu, mungkin ketika anda telusuri hadrah itu berasal dari Kebudayaan Timur Tengah lebih tepatnya dikenal dengan Marawis di Negeri Asalnya.
Hadrah masuk ke Indonesia diperkirakan sudah agak lama dan dibawa oleh pedagang-pedagang Arab ke tanah Melayu setelah agak lama di Melayu kemudian tersebarlah ke penjuru Nusantara dengan dibawa pedagang-pedagang Arab atau Melayu dan diperkirakan sekitar Abad 18 masuklah Hadrah di Tanah Madura tepatnya di Sumenep dibawa oleh para Pedagang-Pedagang Arab dan Melayu, mereka membaur ke masyarakat sekitar dan memperkenalkan Hadrah kepada masyarakat dan secara tidak langsung Hadrah mulai dikenal oleh masyarakat sampai saat ini.
Di Sumenep Hadrah menjadi popular karena masuk di Pesantren-Pesantren yang ada di Sumenep dan uniknya lagi Hadrah di Sumenep mempunyai perbedaan tersendiri yaitu mulai dari nama alat tabuhnya sampai nama-nama pemainnya, berikut penjabaran dari nama-nama alat tabuh dan para pemain Hadrah :
Alat Tabuh Berupa Gendang dan dibagi menjadi 3 Jenis yaitu :
- Gendhang Korbiyen
- Gendhang Budu’en
- Gendhang Peca’an
Dan berikut nama-nama pemainnya :
1. Hadi
Hadi adalah Orang yang melantukan Sholawat Nabi.
1. Tokang Tabbuh
Tokang Tabbuh adalah Orang yang menabuh Gendhang.
2. Tokang Ruddhat
Tokang Ruddhat adalah Orang yang betugas melakukan Ruddhat yaitu gerakan duduk dan bergerak serentak dengan irama-irama tertentu
3. Tokang Shap
Tokang Shap adalah Orang yang bertugas melakukan Shap yaitu gerakan berdiri dan bergerak dengan mengikuti irama dengan gerakan tertentu.
Hadrah biasanya terdiri dari 5 Tokang Tabbuh, 15 Tokkang Ruddhat dan 16 Tokang Shap, Hadrah di Sumenep semakin hari semakin popular dengan adanya modernisasi mulai dari kombinasi tabuhan dan kombinasi gerakan.
Hadrah biasanya diadakan ketika ada acara Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Syukuran dan bisa juga acara rutinitas sebuah grup Hadrah tertentu misalnya 1 minggu sekali di rumah anggota grup Hadrah tersebut, dengan seperti ini Hadrah terus lestari di Sumenep dan Di Tanah Madura ini walau merupakan budaya adopsi dari Timur Tengah tapi Hadrah Sumenep masih terus lestari dengan eksistensinya? dan keunikannya tersendiri.
Rebana Kasidah
Rebana Kasidah merupakan salah satu jenis alat musik tradisional khas Betawi, Jakarta. Rebana ini merupakan rebana yang paling popular sehingga disetiap kampung terdapat grup Rebana Kasidah. Rebana ini dianggap sebagai perkembangan lebih lanjut dari Rebana Dor.
Tidak ada unsur ritual dalam penampilan Rebana Kasidah, karena itulah ia dapat bebas dimainkan dimana saja dan dalam acara apa saja. Lirik-lirik yang dinyanyikan tidak terbatas pada lirik-lirik berbahasa Arab, melainkan juga berbahasa Indonesia.
Dimasa lalu hampir semua madrasah memiliki kelompok Rebana Kasidah. Bahkan di era 1970 sampai 1980-an festival kasidah marak dilaksanakan. Grup pemenang festival ditampilkan pada acara-acara penting. Ada pula grup yang merekam lagu-lagu mereka kedalam pita kaset dan laris dijual.
Kategori | : | Kesenian Budaya |
Asal Lokasi | : | Betawi, Jakarta |
Rebana Ketimpring
Rebana Ketimpring merupakan salah satu jenis rebana yang berasal dari Betawi, Jakarta. Disebut Rebana Ketimpring karena adanya tiga pasang “ketimpring” atau “kerincingan”. Bentuknya semacam kecrek yang dipasang pada badan yang terbuat dari kayu. Menurut istilah setempat kayu itu disebut “kelongkongan”. Tapi tidak semua rebana berkerincingan disebut Rebana Ketimpring, ada pula yang bernama Rebana Hadroh dan Rebana Burdah. Rebana Ketimpring dimainkan oleh sebuah grup dengan tiga buah rebana. Rebana pertama berfungsi sebagai komando, disebut dengan rebana lima. Sedang dua yang lain disebut rebana tiga dan rebana empat yang permainannya mengikuti arah irama rebana lima.
Kategori | : | Kesenian Betawi |
Asal Lokasi | : | Betawi, Jakarta |
REBANA MAUKHID
REBANA MAUKHID: Syair-syair yang biasa dibawakan dengan iringan Rebana Maukhid biasanya syair-syair karya Abdullah Alhadad yang konon berasal dari Hadramaut, yang telah beberapa keturunan tinggal menetap di Pejaten.
Rebana Maukhid dapat dimainkan tanpa terikat jumlah pemain, tergantung dari jumlah pemain yang ada keadaan tempat dan sebagainya, sehingga dapat dimainkan oleh 2 orang, 3 orang, 4 orang dan seterusnya sampai 16 orang.
Dewasa ini para pemain Maukhid adalah anggota jemaah pengajian Haji Habib Husein Alhadad. Siasanya setelah pengajian malam Jum’at, mereka bermain di serambi depan rumah pemimpinnya yang luas. Kadang-kadang mereka juga bermain di Kwitang atau Luar Satang. Disamping itu, bila salah seorang anggota pengajian itu merayakan pesta keluarga, seperti khitanan, perkawinan dan sebagainya, biasa pula dimeriahkan dengan Rebana Maukhid.
- Referensi : Dinas Kebudayaan Dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, Ikhtisar Kesenian Betawi, 2003
- Sumber : Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.